Seorang sopir bus membawa sejumlah penumpang berjurusan Purwokerto-Jakarta. Yang namanya kendaraan kunci kendali adalah pada seorang sopir, suatu ketika dalam perjalanan dang sopir membelokkan arah jalannya bus melalui jalan jelek. para penumpang mulai bertanya, "pak sopir, kita kok lewat jalan rusak? kita mau kemana?". Lalu dijawablah pertanyaan tersebut oleh sang sopir, "terserah saya donk, mau lewat mana. Udahlah kalian diam saja, bayar ongkosnya!". Sang sopir pun mulai mengendarai secara ugal-ugalan. Hal tersebut membuat para penumpang merasa tidak nyaman dan gelisah.
Mungkin
hal tersebut bisa untuk mencontohkan suatu gambaran kecil dalam negeri ini.
Masyarakat telah bersama membayar pajak, rakyat dipimpin oleh pemimpin yang
telah terpilih. Jalannya percaya akan tuntunan pemimpin, tapi bagaimana apabila
pemimpin kita sudah mulai berbelok arah? Akankah kita sebagai makmum akan
berdiam saja?
Ini
bukan hal yang benar, tidakkah mereka para pemimpin buta akan kami sebagai
makmum (rakyat) mereka di negeri ini? Kami menginginkan perdamaian,
kesejahteraan. Apakah kalian para pemimpin telah buta karena harta yang
melimpah? tidakkah kalian sadar darimana anda mampu menduduki jabatan? Dari
manakah anda mendapat gaji? Apakah kalian berpura-pura ataukah memang kalian
telah buta akan bangsa ini?
Lihatlah
mereka yang masih harus berjalan ditengah malam, mengais sampah-sampah
kehidupan, lihatlah mereka yang sudah
berumur lanjut namun masih berkeliaran di jalanan demi mengais sedikit
uang untuk hidup!! Mungkin kalian memang tidak berpura-pura, mungkin kalian
memang telah membutakan mata batin kalian dari bangsa ini. Apakah gaji kalian
kurang? Mungkin bagi kami separuh uang anda sungguh berlimpah untuk hidup kami.
Tidakkah kalian bisa untuk bersyukur atas apa yang ada? Cobalah turun wahai
kalian petinggi negeri, turunlah dan saksikan kami, lihatlah bagaimana kami
harus bertahan dalam hidup ini. Apa kalian masih punya hati?
Apa
kalian masih mampu tertawa dalam kebahagiaan hidup ketika rakyat kalian masih
hidup dalam tingkat kemiskinan yang begitu rendah? Lihatlah pendidikan anak
cucu kita, apakah kalian masih bisa bangga dan puas menyekolahkan anak kalian
sampai ke jenjang yang sangat tinggi ketika kalian tahu bagaimana para generasi
muda negeri ini masih sangat banyak yang harus berjuang untuk dapatkan
pendidikan. Coba tengoklah kami, lepaskan sebentar jabatan kalian untuk bergaul
dengan kami, rasakan walau sebentar bagaimana hidup kami. Kami bergantung pada
anda wahai pemimpin negeri. Apa kalian sudah tidak punya hati? Korupsi melipat
gandakan keuangan anda untuk pribadi, memakan uang rakyat, sedangkan kami para
rakyat masih sangat kurang dan hidup dalam serba keterbatasan.
Buanglah
rasa ego kalian. Kami selalu berdoa pada Tuhan supaya memberikan kami Pemimpin
yang mau untuk turun ke jalanan berbaur dengan rakyat. Kami para rakyat yang
memimpikan untuk memiliki Pemimpin yang mau menangis ketika melihat kemiskinan
dalam Negeri. Kami berdoa untuk memiliki Pemimpin yang mau berkorban untuk
rakyatnya. Kami selalu berdoa untuk memiliki pemimpin yang mampu menyatukan
negeri. Kami terus memimpikan untuk memiliki Petinggi negeri yang peduli akan
pendidikan anak cucu kami. Cucuran tetes keringat, tetes air mata menghiasi
negeri ini, apakah kalian masih mampu mengusap-nya wahai para Pemimpin Negeri?
Kami
terus bertanya, kapan Tuhan akan mengabulkan doa kami. Apa ini hanya doa dan
impian kami? Tidakkah Tuhan akan wujudkan impian kami? Kami hanya bisa berserah
diri. Kami hanya bisa berdoa untuk Negeri, tapi kalian lah para Pemimpin Negeri
yang mampu membelokkan roda kendali bangsa ini.
Kami
yakin kalian masih punya hati, bukalah! Kami masih percaya, sekeras apapun batu
karang, masih akan mampu terkikis oleh hembusan ombak. Namun, apa hati kalian
masih mampu untuk luluh dalam setiap hembusan doa dan harapan kami???
Lalu,
apa manfaat Negeri ini kalau Pemimpinnya tak peduli lagi dengan kami. Harus
kemana lagi kami berlari?
Tinggalkan
atribut partai, tinggalkan pula kepentingan pribadi dan golongan. Satukan tekad
kalian untuk Negeri. Bawalah Negeri ini kedalam kedamaian.
Sadarlah
wahai pemimpin negeri, tingkah ulah kalian tidak akan memberi adzab hanya untuk
dirimu saja, tapi kami pun akan menerima imbasnya. Kami percaya bencana
disana-sini terjadi bukan hanya karena tingkah kami, tapi lebih condong karena
kalian yang telah melupakan tujuan dan sasaran duduk di kursi tinggi. Dengarkanlah
jerit tangis raktamu ini.
( Suara kami dari hati )
Tweet to @Mb03th